Horizontal Page

Menjalankan Titah Sabdo Palon

Majapahit. Source : I Made Sukanti. 

Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan habisnya kekuasaan Hindu di tanah Jawa pada Tahun 1504 s/d 1512 (masehi), berkaitan dengan Kutukan Hyang Sabdo Palon, bahwa 500 tahun setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit beliau akan menagih kembali Nusantara ini yang ditandai dengan bencana dimana-mana.


Menjalankan Titah Hyang Sabdo Palon


Pada suatu ketika Ida menerima pawisik pada sekitar bulan Januari 2006, bahwa Ida harus mencabut keris pemasung Hyang Sabdo Palon yang bertempat di Goa Mayangkara, Alas Purwo-Jatim, tugas itu beliau laksanakan pada bulan Maret 2006. Konon diketahui bahwa roh Hyang Sabdo Palon dipasung oleh Wali Songo.

Pada saat pelaksanaan pencabutan keris pemasung tersebut, ada seorang Kyai yang juga telah menjaga dan mengharapkan keris itu selama tujuh tahun lamanya. Bapak Kyai ini merasa sangat heran, melihat Ida yang tiba-tiba datang dan serta merta mampu mendapatkan / mencabut keris tersebut, sedangkan Bapak Kyai ini telah 7 tahun lamanya menunggu untuk mendapatkan keris Pusaka pemasung Hyang Sabdo Palon tersebut, namun tidak membuahkan hasil.

Hyang sabdo Palon dirantai dan dipasung dengan menggunakan keris. Pada saat pencabutan keris tersebut oleh Ida, rantai yang membelenggunya terlepas, pada waktu itu yang terangkat hanya kerisnya saja. Namun pada hari Selasa Tanggal : 13 Juli 2010 rantai yang terlepas tersebut telah berhasil diambil oleh Ida di Pantai Pura Geger, Nusa Dua - Bali pada jam 21.00 WITA. Pada acara pelepasan rantai ini, Ida mendapatkan anugerah berupa sebuah batu permata sebesar gelas yang mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Setelah tercabutnya keris pemasung Hyang Sabdo Palon pada bulan Maret 2006, dua bulan berikutnya terjadilah ledakan Lumpur Lapindo pada bulan Mei dan juga meletusnya Gunung Merapi,dan bencana alam lainnya yang datangnya silih berganti, sepertinya beliau Hyang Sabdo Palon telah mulai menagih janjinya.

Menurut Ida, Kutukan ini tidak bisa jalan bila hal ini tidak dilakukan / dijalankan oleh umat manusia sebagai utusan-Nya.

Telah banyak dilakukan yadnya sesuai Titah Hyang Sabdo Palon dan para Dewata.

Pada saat melakukan Yadnya ngelinggihan Aksara Bang dan upacara Soma di Puncak Gunung Batur-Kintamani tiga bulan yang lalu, Ida juga mendapat pawisik untuk mengangkat Lonceng Pusaka untuk dipakai nangiang (membangunkan) sarwa Bhutakala. Lonceng Pusaka ini tangiang (dibangunkan) Ida di Malang dekat Pura Balekambang. Dengan membunyikan Lonceng Pusaka ini sarwa Bhutakala segera bangkit dari alamnya. Para pemimpin Bhutakala ini bersemayam di Gunung Batur dan di Puncak Gunung Batur tempat stana Dewi Danu. Para BhutakKala ini Putra Dewi Danu karena beliau menguasai tanah dan air.

Sempat saya bertanya kepada Ida, "Kenapa ngangkat loncengnya di Pantai Selatan ratu...?" jawab beliau, begini Made, ternyata Dewi Danu itu memiliki banyak sebutan, itu tergantung dari manifestasi beliau, bahwa Dewi Danu, Ratu Kanjeng Kidul, Dewi Gangga dan Dewi Kwan Im, beliau itu hanya satu saja akan tetapi disebut dengan banyak nama, sesuai dengan manifestasi yang beliau ambil.

Pada perayaan Tilem tanggal 11 Juli 2010 yang jatuh pada hari Minggu, kami melakukan ritual pelepasan para Bhutakala yang telah tangiang (dibangunkan) oleh Ida di Puncak Gunung Batur dan para Bhutakala tersebut telah mapupul ring Pura Pancer Jagad di Desa Belatungan, Pupuan - Tabanan.

Upacara pelepasan para Bhutakala

Kami melakukan Upacara pengideran Bhuwana dengan memutar senjata Dewata Nawa Sanga dengan kober bergambar Dewata Nawa Sanga dan Bhutakala, berputar tiga kali mengelilingi api soma.

Terbersit dalam hati dan terbetik dalam pikiran, kami sering mendengar puja mantra Pandita/ Pinandita yang menyebutkan Dewa ya, Bhuta ya, jadi pengawak Dewa itu ternyata para Bhutakala.

Mungkin kita jarang melihat seperti apa sih wujud butha pengawak Dewa itu, yah kami pun heran kok Ida bisa melukis seperti itu? yah karena beliau mampu mengundang Bhutakala itu lalu beliau melukisnya. Ada wujud Bhutakala tanpa memiliki tangan dengan mulut mengeluarkan api, ada juga terangkai tiga kepala saja seperti kepalanya Sang Hyang Licin tanpa memiliki badan (Bhuta pengawak Dewa Wisnu) dan para Buthakala inipun punya nama masing-masing.

Nah, para Bhutakala inipun dikirim ke seluruh nusantara pada upacara ritual yang dilaksanakan pada Tilem satu setengah bulan yang lalu dan ditugasi untuk menyadarkan umat manusia dari kekeliruan dalam menjalani hidupnya sesuai dengan pesan Hyang Sabdo Palon, bila belum sadar maka akan menerima petaka dari-Nya.

Manusia sangat sulit menyadarkan umat manusia dari kekeliruannya, beliau Hyang Sabdo Palon hanya dengan kaki tangannyalah (para Bhutakala), mencoba untuk menyadarkan umat manusia dari kekeliruannya.

Pada saat ritual pelepasan Bhuta Kala selesai dilaksanakan, ada sabda dari beliau kepada Ida " ning... nah jani cening melukat dengan api, cening khan sampun sering melukat dengan tirta " (nak... sekarang sucikanlah dirimu dengan api, engkau khan sudah sering disucikan dengan menggunakan tirtha/air). Ida Dengan perasaan ragu bercampur takut mengikuti pesan beliau agar dilukat (disucikan) dengan api, apakah nantinya tidak kepanasan?

Setelah dilaksanakan penyucian ternyata api soma atas kehendak beliau tidak memunculkan panasnya, maka kami beramai-ramai melukat dengan api soma pada saat itu, inilah bukti bahwa beliau ada dan bersama kita.

Marilah selalu eling dengan ajaran leluhur agar kita terselamatkan, bencana akan terjadi disana-sini di nusantara ini dan baru akan berakhir pada tahun 2017, pada tahun itu mulailah Nusantara ini akan menampakan kejayaannya kembali.

No comments:

Post a Comment