Berita Mahabharata Make a Donation
20 November 1946
Pukul 06.00
Jalan raya dari Desa Marga menuju Desa Tunjuk dilalui truk-truk pengangkut serdadu-serdadu NICA. Di Desa Marga, NICA meneror warga. Semua warga desa disuruh keluar rumah dan berkumpul di Pasar Marga. Warga dipaksa menyebutkan tempat para pemuda gerilyawan bersembunyi. Tapi, tak ada yang mau membuka mulut.
Pukul 08.30
Letkol Ngurah Rai memerintahkan semua pasukan mengalih ke arah utara. Di tengah-tengah sawah yang sedang ditumbuhi jagung muda dan ketela rambat berumur kurang lebih dua bulan, mereka mempersiapkan steling. Ada sekitar 94 orang anggota induk pasukan yang bergabung. Pada saat yang sama pasukan Belanda mulai banyak menyebar ke tengah-tengah sawah dan berbondong-bondong melewati persawahan Uma Kaang, tempat laskar Ciung Wanara bertahan.
Bunyi tembakan pistol pertama dari Letkol Ngurah Rai meletus sebagai pertanda dimulainya tembakan kepada musuh. Bunyi letusan karaben, tembakan sten dan bren bersahut-sahutan. Serdadu Belanda di barisan terdepan berjatuhan, tewas diberondong peluru laskar Ciung Wanara. Serdadu Belanda di barisan belakang berupaya membalas sembari mundur ke jalan besar. Dalam waktu satu setengah jam, Belanda NICA tak dapat maju, malah banyak korban jatuh di pihak mereka. Belanda mundur sampai ke Desa Tunjuk di sebelah barat dan terus ke selatan Desa Marga. Pasukan Belanda yang ada di bagian timur sampai di Sungai Sungi. Untuk membuat medan agak lebih luas lagi, pasukan Ciung Wanara dibagi tiga barisan. Barisan depan, sayap kanan, dan sayap kiri, sedangkan pimpinan berada di tengah-tengah.
Pukul 11.30
Belanda mengirimkan bantuan pesawat udara untuk memastikan letak steling pasukan laskar Ciung Wanara. Mula-mula pesawat intai kecil. Tembak-menembak dengan laskar Ciung Wanara terjadi, baik dengan pesawat pengintai maupun pasukan Belanda di darat.
Pukul 14.30
Pertempuran sengit masih terjadi. Belanda yang sudah mengetahui lokasi pasti pertahanan pasukan Ciung Wanara semakin menambah kekuatannya. Belanda mengerahkan pasukan dari berbagai pos di Bali mengepung pasukan Ciung Wanara dari semua jurusan. Bom-bom dijatuhkan hingga membuat kepulan asap tebal di areal pertempuran. Korban dari pihak laskar Ciung Wanara pun mulai berjatuhan. Mayor Sugianyar gugur tertembak. Ngurah Rai yang mengetahui hal ini pun memberikan perintah terakhir agar seluruh anak buahnya bertempur sampai titik darah penghabisan. Teriakan "Puputan, Puputan, Puputan!" pun bergema dari para pemuda sembari menyerbu pasukan Belanda. Tidak satu pun serdadu Belanda berani maju tetapi terus menembakkan senjatanya. Satu per satu para pemuda pun berguguran.
Sore hari, suara tembakan dari para pemuda laskar Ciung Wanara tak terdengar lagi. Hampir semua pemuda gerilyawan itu gugur. Hanya beberapa yang masih hidup. Di antaranya, Gusti Konolan yang berhasil diselamatkan warga. Komandan Wagimin yang terluka parah tak sempat diselamatkan rakyat dihabisi Belanda karena tidak mau membuka mulut perihal di mana pemuda-pemuda gerilyawan lainnya berada.
Malam hari, rakyat Desa Marga menghitung-hitung jumlah jenazah para pemuda yang bergelimpangan. Ditemukan 96 jenazah pemuda yang gugur yang pertempuran di ladang jagung itu. Namun, dilaporkan pula pihak Belanda kehilangan 400 serdadunya.
No comments:
Post a Comment