Filsafat Mahabharata. Donation
Semua mahluk hidup yang ada di dunia ini, akan selalu mengalami siklus lahir, hidup dan mati. Dalam proses kelahiran dan dalam proses hidup, tentu kita tidak asing lagi, karena kita masing-masing telah mengalaminya secara sadar sampai dengan saat ini. Namun proses kematian dan proses setelah kematian, masih sangat asing bagi kita, terutama bagi mereka yang belum memahami siapa sebetulnya diri mereka yang sesunguhnya. Kematian hanyalah tidak berfungsinya badan kasar kita sehingga badan halus kita tidak memiliki tempat lagi di badan kasarnya.
Bagi badan halus (ruh) yang mengalami kesadaran akan kematian ini, tidak akan mengalami kebingungan, namun yang paling menderita adalah mereka yang mati tanpa kesadaran dan badan kasarnya (jasadnya) diawetkan atau dikubur setelah dimasukkan kedalam peti yang kokoh. Selama badan kasarnya tidak musnah sama sekali, maka ia pun akan terus gentayangan dan terus berada di sekitar jasadnya, rumah yang pernah dihuninya, para sahabat yang dicintainya dan lain-lainnya. Keterikatan-keterikatannya semasa hidup masih membelenggu dirinya. Ia akan selalu berada di lingkungan yang sama. Roh-roh seperti inilah yang biasanya menampakkan diri. Yang selama ini kita anggap hantu adalah roh-roh manusia yang sedang gentayangan ini. Dikutip dari buku (Krishna, Anand. (2016). Soul Awareness, Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).
Sebaliknya, Apabila seseorang mati dan jasadnya dilarutkan ke sungai, dikremasi ataupun dikubur tanpa peti, tanpa bahan pengawet, dan sebagainya, maka tali penghubung antara badan kasar dan badan halus akan segera putus.
Selama ribuan tahun, masyarakat yang terkait dengan peradaban Lembah Sindhu, yang kemudian disebut Shintu oleh para pedagang dari China; Hindu oleh orang-orang Persia dan lainnya dari Timur Tengah; Indo, Indies, India oleh mereka yang datang belakangan dari Barat; dan Hindia oleh leluhur kita yang terdekat, bereksperimen dengan kelahiran dan kematian.
Dari eksperimen panjang itulah, kemudian mereka belajar memperabukan (kremasi) jasad yang sudah ditinggal oleh penghuninya itu.
Api (teja) merupakan salah satu elemen/unsur alami yang dapat memutuskan hubungan antara badan kasar dan badan halus dengan sangat cepat. Walaupun seseorang mati tanpa kesadaran, apabila badannya dikremasi atau diperabukan, tali penghubung akan langsung putus dan mind sadar akan kefanaan dunia ini. Dengan demikian ia langsung terbebaskan dari belenggu-belenggu keterikatan dengan keluarga, harta, dan sebagainya, dan dapat melanjutkan perjalanannya dengan tenang.
Hal lain tentang Api (Teja), sebagai salah satu elemen yang masih terkait dengan dua elemen sejenis, yakni air (apah) dan tanah (pertiwi), api adalah satu-satunya di antara ketiga elemen tersebut yang bisa melawan gravitasi bumi.
Jika kita menuangkan air, ia akan mencari tempat yang lebih rendah. Tanah malah bersifat statis, tidak bergerak kecuali digerakkan oleh energi alam ataupun tangan manusia. Sementara itu, api selalu menyala ke arah atas berlawanan dengan gravitasi bumi.
Jadi, energi api memang merupakan elemen yang paling tepat untuk mengantar mind ke alam lain, tempat keterikatan dan kemelekatan dengan dunia fana sudah terlampaui.
Bagaimana Sesungguhnya Proses Kematian Itu? Pada saat kita dinyatakan mati, sebenarnya yang terjadi adalah,badan halus kita berada di luar badan kasar dan sudah tidak dapat masuk kembali.
Sebagaimana telah kita bahas, badan halus sudah sering keluar masuk badan kasar, tetapi dalam alam tidur—dan saat itu proses keluar masuk tidak menjadi soal.
Tidak demikian halnya dengan kematian, ia sudah tidak dapat masuk kembali. Ia menjadi bingung, apa yang mesti dilakukannya. Ya itulah yang selalu terjadi jika seseorang tidak memahami proses kematian, tidak memahami kefanaan badan, dan tidak memahami keabadian jiwa, tidak memahami hubungan jiwa dengan Sang Jiwa Agung.
Sementara itu, mereka yang mendalami Meditasi, mereka yang telah menyelami alam meditasi—saya garis bawahi kata mendalami dan menyelami yang artinya bukan sekadar membaca tentang meditasi, kemudian sudah merasa tahu—dapat merasakan perpisahan antara badan halus dan badan kasar dalam alam meditasi. Karena itu, para meditator tidak akan takut mati. Mereka sudah sadar betul akan proses alami yang pernah terjadi terhadapnya dan akan terjadi lagi.
Mereka yang belum mencapai kesadaranlah yang merasa bingung. Dalam keadaan bingung itu, mind berupaya keras memasuki kembali badan kasarnya. Tentu saja hasilnya nihil karenanya ia makin gelisah dan makin bingung.
Karena begitu terikatnya dengan badan kasar, ia akan tetap berada di sekitarnya, sampai musnahnya badan kasar. Untuk mempercepat pemusnahan badan kasar, cara yang tergampang adalah memperabukan (kremasi / ngaben) jasad yang sudah ditinggal itu.
Kremasi adalah proses pembakaran jenazah (badan kasar) yang dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses pengembalian unsur-unsur Panca Mahabhuta yang membentuk badan kasar ke alam. Badan kasar yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah (pertiwi), yang berasal dari air akan kembali ke air (apah), yang berasal dari api akan kembali ke api (teja), yang berasal dari udara/gas akan kembali ke udara (bayu), yang berasal dari ruang akan kembali ke ruang (akasha). Dengan kembalinya ke lima unsur ini ke alam secara cepat, maka keterikatan badan halus (roh/ruh) terhadap badan kasarnya akan segera terputus. Dengan terputusnya hubungan badan halus dengan badan kasarnya, maka ruh ini akan dapat segera menuju ke tempat yang lebih suci di alam surga.
Kita sebenarnya hidup bersama roh-roh yang gentayangan atau roh yang sedang menunggu proses reinkarnasi. Jumlah mereka kira-kira tiga kali lipat dari kita. Mereka ada di mana-mana. Jadi kalau ada seorang dukun yang mengatakan, “Wah tempatmu ini ada penghuninya,” berarti ia hanya membodohi Anda. Tempat manapun di dunia ini ada penghuninya. Bayangkan, jumlah mereka tiga kali lipat dari kita. Jadi, tidak usah takut!
Mind atau badan halus yang masih gentayangan dapat dihubungi dengan cara-cara tertentu. Anda dapat berkomunikasi dengan mereka yang biasanya disebut “Memanggil Roh”, Channeling, dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment