Make a donation Talk Fusion Saling Memberi

Babad Buleleng - 5

Berita Mahabharata.
                                 Instant Pay For You
Diceritakan mereka yang sudah berhasil menjadi pemimpin daerah Panji, yang bernama Ki Pungakan Gendis, beristana di Desa Gendis, semua orang yang masuk ke daerah Gendis menjadi terdiam, Semuanya terdiam dan tunduk menghormat kepada Ki Pungakan Gendis, pada saat hari yang baik, beliau pergi bersabung ayam ke desa lain, mengendarai kuda berbulu coklat tua (kuda gendis), sungguh banyak prajurit beliau mengiringi, diapit kanan kiri, beserta di belakangnya, dilengkapi dengan payung kebesaran, beserta kendi berbentuk angsa tempat air, puwan berperada dengan indahnya, seperti tingkah lakunya dahulu, perjalanan beliau lurus ke utara, mengikuti jalan besar, kebetulan I Gusti bermain-main, dengan diiringi oleh dua orang abdinya, mencari-cari umbi ketela pada tegalan di bagian barat jalan, dan keris pemberian Dalem tidak lepas dibawanya, dipakai mencungkil ketela, tiba-tiba ada terdengar sabda dari angkasa di dengar oleh Ki Gusti Panji, adapun sabda itu, “Ai Barak Panji, jangan kamu syak wasangka kepada Kakek, tidak pantas perbuatanmu mencari ubi rambat, jangan kamu ragu-ragu kepadaku, sebab ada yang utama dalam dirimu, suatu saat kamu menjadi pemimpin di sini, sebab berbakat dicintai oleh rakyat dalam dunia, dan lihatlah keutamaanmu sekarang, tunggulah sebentar, ada sebagai musuhmu, bernama Ki Pungakan Gendis, yang berkuasa di Desa Gendis, wajib kau bunuh, jangan kamu ragu-ragu dalam hati, tudingkan saja aku ke arahnya, berkat aku terjadi kematiannya, demikian terdengar sabda itu, didengar oleh Ki Gusti Panji, beserta abdinya berdua, dihentikanlah keris itu dijadikan main-mainan, kemudian selanjutnya disarungkan.

Diceritakan Ki Pungakan Gendis, setelah laju perjalanan beliau, melewati jalan, dilihat oleh Beliau Ki Gusti Panji, timbullah marah beliau dalam hati, akibat dari pengaruh kekuatan keris itu, oleh karena belum tercapai tujuannya, sebab sudah lewat kepergiannya Ki Pungakan Gendis, lalu dinantikan saat kepulangannya dari sabungan ayam.

Diceritakan setelah bubarnya orang-orang dari sabungan ayam, Ki Pungakan Gendis kemudian pulang, dilihat oleh Ki Gusti Panji, Ki Pungakan Gendis sudah hampir tiba di tempat penantiannya, lalu Ki Gusti Panji segera, berlindung naik ke pohon leca, yang tumbuh di pinggiran jalan, seraya menghunus keris pemberian Dalem, kemudian datang Ki Pungakan Gendis, sudah dekat dengan pohon leca itu, lalu diacungkan keris ke arahnya oleh Ki Gusti Panji , lalu Ki Pungakan Gendis meninggal, masih dalam keadaan menunggang kuda, akan tetapi tidak diketahui oleh pengikutnya, hanya berjalan dan berjaga di sana-sini.

Setelah itu tiba Ki Pungakan Gendis, di hadapan rumahnya , setelah kudanya berhenti yang dikekang oleh pengikutnya, Ki Pungakan Gendis juga tidak turun, teguh bagaikan lukisan, badannya kaku bagaikan mayat, matanya mendelik sayu, saat itu baru diketahui, jika Ki Pungakan Gendis, sudah meninggal, akan tetapi tidak ada yang mengetahui sebab kematiannya.

Ada anak Ki Pungakan Gendis, perempuan seorang diri, bernama I Dewa Ayu Juruh, mungkin barn akan menjelang dewasa, sangat cantik tanpa ada celanya, membuat orang jatuh cinta, sedangkan adiknya yang laki-laki masih kanak-kanak, yang diharapkan menggantikan kedudukan ayahnya, oleh karena ia belum tahu mencari akan akal upaya, lalu dimandatkan pada Ki Bendesa Gendis, memerintah desa Gendis.

Entah berapa lama, tiba-tiba ada perahu dari luar daerah, terdampar di pesisir Panimbangan, sangat susah hati Ki Mpu Awwang, kemudian meminta bantuan kepada Ki Bendesa Gendis, untuk menarik perahu itu, dan membuat perjanjian, jika tujuan berhasil, semua isi perahu hadiahnya, sebab perahu itu sarat dengan muatan segala ragam yang indah-indah, seperti pakaian, cangkir, piring, pinggan, serta bermacam-macam ramuan, menyebabkan tertarik hasrat Ki Bendesa Gendis, lalu beliau bersedia membantunya, lalu mereka menyuruh terus menerus menabuh kentongan, mendatangkan pengikutnya semua, membawa tali, bambu, beserta alat perlengkapan untuk menarik, setelah Semuanya sudah datang, segera serempak pergi ke laut, sesampainya semua saling bantu penuh usaha untuk menolong, saling mengeluarkan gagasan / ide, akan tetapi tidak berhasil, sedikit pun perahu itu tidak bergerak, mereka semua merasa malu dan marah, akhirnya semua pulang ke rumahnya masing-masing.

No comments:

Post a Comment