Make a donation Talk Fusion Saling Memberi

Kemanakah Jiwa Kita Setelah Kita Mati?

Filsafat Mahabharata                                 Instant Pay For You
Kemanakah jiwa kita setelah kita mati? Untuk itu mari kita simak salah satu sloka di dalam Bhagavad Gita 18:12 yang berbunyi sebagai berikut :

Bagi mereka yang masih terikat (dengan hasil), adalah tiga macam hasil perbuatan yang diperolehnya setelah kematian, yakni; yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan, dan gabungan dari keduanya (antara yang menyenangkan dan tidak menyenangkan). Namun, bagi seorang samnyasi (yang tidak terikat dengan hasil perbuatannya), yang demikian itu tidak ada.” 

“Hasil setelah kematian” adalah pengalaman Jiwa setelah ia tak berbadan lagi. Hasil inilah yang biasa disebut sebagai pengalaman surga yang menyenangkan; sebagai pengalaman neraka yang tidak menyenangkan; dan, sebagai pengalaman gentayangan (yang terjebak antara surga dan neraka) yang kadang bisa menyenangkan, kadang tidak menyenangkan.

Pengalaman Surga, Neraka, dan gentayangan (di antara keduanya atau gabungan dari keduanya) — adalah sesuatu yang dialami oleh Jiwa karena ia masih terikat pada gugusan pikiran dan perasaannya. Walaupun tidak berbadan, tidak memiliki kendaraan, ia masih memiliki memori tentang pengalaman berkendaraan. Memori ini, ingatan ini adalah bagian dari gugusan pikiran dan perasaan, sebagaimana juga keinginan, obsesi, harapan, impian dan sebagainya.

Dengan berkendaraan “badan halus mental dan emosional” gugusan pikiran serta perasaan inilah, Jiwa menjelajahi alam pikiran dan perasaan itu sendiri.

Ada yang mengalami hal-hal yang menyenangkan — surga. Ada yang merasa bersalah atas tindakan-tindakannya yang tidak tepat dan merugikan sesama makhluk — neraka. Ada juga yang sedemikian terikat dengan keluarga, kawan, kerabat, rumah, kantor, dan sebagainya yang “tertinggal” — maka ia bergentayangan di sekitarnya. Yang terakhir ini, sesungguhnya paling sengsara, karena evolusinya tertunda untuk waktu yang tidak tertentu, dan bisa cukup lama.

Mereka yang mengalami “surga”, pada suatu ketika akan jenuh, kemudian memilih kendaraan badan baru dan mengalami kelahiran ulang (reinkarnasi). Mereka yang mengalami “neraka” pun demikian, pengalaman kelahiran ulang (reinkarnasi) menjadi penting untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya dan meningkatkan kualitas Jiwa.

Namun, mereka yang gentayangan berada dalam keadaan limbo, tidak kemana-mana. Mereka tidak mampu menentukan arah dan tujuannya, mau kemana. Maka, mereka akan tetap berada disekitar tempat-tempat dimana mereka pernah mengalami “kehidupan ber-badan”.

Untuk itu, leluhur kita menemukan cara paling tepat, yakni dengan “cepat-cepat” memperabukan jasad (Ngaben) yang sudah tidak bernyawa. Dengan cara itu, tali keterikatan antara Jiwa dan badan terputuskan — dan Jiwa secara cepat bisa melanjutkan evolusinya, dalam pengertian bisa segera memilih “pengalaman baru” (reinkarnasi). Adapun upacara-upacara setelah “kematian” — semuanya, tanpa kecuali adalah semata untuk rnembantu Jiwa supaya tidak gentayangan.

Jika kendaraan badan yang ditinggal tidak cepat-cepat terurai dan masing-masing elemen yang membuatnya tidak kembali ke asalnya, maka Jiwa bisa tetap terikat dengannya.

Para penggali kuburan-kuburan lama yang sudah tidak bertuan, ahli-warispun sudah bosan mengurusnya atau tidak memiliki cukup dana untuk merawatnya, sering menemukan jasad-jasad yang relatif masih utuh, bahkan kuku dan rambutnya masih bertumbuh.

Kemudian, untuk menghibur diri atau mencari keuntungan pribadi, jasad-jasad tersebut dijadikan komoditas untuk dijual, “Lihat, jasad si Fulan ini masih utuh. Ajaib! Mukjizat di awal abad ke 21!”

Tidak, janganlah “membeli” bualan itu. Hal tersebut hanyalah membuktikan bila Jiwa yang sudah tidak berbadan masih gentayangan dan berada di sekitar badan yang telah ditinggalkannya sekian lama.

Jika Anda bisa dan mau membantu, maka sebaiknya jasad-jasad itu segera dikremasikan supaya Jiwa terbebaskan dari keterikatan yang sangat menyengsarakan. Ia menderita karena sudah tidak dapat menggunakan badan tersebut, Walau sudah berusaha sekuat tenaga untuk kembali memasukinya.

Namun, setelah jasad dikremasikan (aben), terputuslah tali-keterikatan yang mengikat Jiwa. Tidak ada alasan baginya untuk tetap gentayangan. Ia akan melanjutkan perjalanannya.

________________________________________________________________________________
Dikutip dari buku: (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

No comments:

Post a Comment