Make a donation Talk Fusion Saling Memberi

Teladanilah Alam, Jadikan Hidup Sebagai Persembahan

Filsafat Mahabharata                                 Instant Pay For You
Alam Semesta telah menghaturkan dirinya dan telah mempersembahkan segala sesuatu yang dimilikinya, untuk menunjang kehidupan kita. Di dalam Bhagavad Gita 17:24 dikatakan bahwa :

tasmad om ity udahrtya yajna-dana-tapa1_1-kriyah

pravartante vidhanoktah satatam brahma-vadinam


Artinya :
Sebab itu, mereka yang berupaya untuk mencapai Brahman, Jiwa Agung Hyang tertinggi, selalu memulai segala laku spiritual – menghaturkan persembahan, berderma, dan bertapa sesuai dengan anjuran Veda – dengan pengucapan Om.”

Alam semesta telah menghaturkan dirinya dan telah mempersembahkan segala sesuatu yang dimilikinya, untuk menunjang kehidupan kita. Adakah yang bisa kita pelajari dari semangatnya itu? Adakah hikmah yang bisa kita petik dari ketulusan alam yang senantiasa memberi tanpa mengharapkan pamerih?

Persembahan

Menghaturkan persembahan di altar, di mezbah, di padmasana atau di pelangkiran, di tempat ibadah, di pura, di mana saja, adalah simbolik. Semua itu hanyalah untuk mengingatkan kepada kita bahwa hidup ini adalah sebuah persembahan dan laku hidup yang baik adalah ketika kitapun mampu mempersembahkan dan mampu berbagi apa yang telah kita miliki.

Berderma

Berderma adalah melayani sesama dengan penuh ketulusan dan tanpa mengharapkan imbalan. Belajarlah dari Alam Semesta. Alam Semesta senantiasa memberi tanpa mengharapkan suatu imbalan. Alam Semesta selalu memberi walaupun kita sering merusaknya, menginjak-injaknya, menganiaya, dan bahkan memerkosanya. Berderma juga berarti kita memberi tanpa membedakan warna kulit, suku, bangsa, bahasa dan kepercayaan si penerimanya. 

Persoalan utama yang kita hadapi hingga hari ini, adalah “rasisme”. Kita boleh membela diri dan mengatakan apa saja, boleh menolak tuduhan itu, tapi bertanyalah kepada seseorang dari “kelompok minoritas” yang “jujur” dan mau berkata sebenarnya; seseorang yang “tidak takut” mengungkapkan suara hatinya — ya, ia adalah korban rasisme, korban diskriminasi.

Bertanyalah kepada mereka yang tidak menganut salah satu kepercayaan populer — ia mengalami diskriminasi.

Bertanyalah kepada seorang pejabat berkepercayaan beda diantara mereka yang berkepercayaan lain yang merupakan mayoritas — diskriminasi masih terjadi.

Berderma dengan semangat diskriminatif bukan dharma, bukanlah perbuatan yang bijak. Belajarlah dari para petapa Buddhis di Srilanka yang selalu menghibahkan, mendonasikan retina mereka untuk siapa saja yang membutuhkan. Bahkan merekapun tidak tahu siapa penerima “sumbangan” mereka. Mereka sudah meninggal. Hingga kini warga Srilanka masih tetap menjadi penyumbang retina terbesar di seluruh dunia.

Mereka — warga Srilanka yang menyumbang retina atau mendonasikan organ tubuh lainnya — bukanlah manusia-manusia aneh dari luar angkasa. Merekapun sama seperti kita. Jika mereka bisa melakukan, kenapa kita tidak bisa melakukan? Mereka tidak pernah menentukan umat kepercayaan mana saja yang berhak menerima retina mereka — tidak. Bisakah kita mengikuti jejak mulia mereka?

Tapa-Brata

Tapa-Brata – Laku spiritual. Bertapa tidak berarti melarikan diri ke hutan dan menyepi di sana. Bertapa berarti kesiapsediaan kita untuk menderita demi kemuliaan, demi kebajikan. Bertapa berarti kesiapsediaan untuk mengorbankan kenyamanan tubuh dan kenikmatan indra demi sesuatu yang lebih mulia dan berharga, lebih penting bagi masyarakat.

Bertapa berarti meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan diri yang sempit. Bertapa berarti mengorbankan kesempitan demi keluasan. Bertapa berarti melakoni hidup dengan asas kebersamaan.

Brata dalam Tapa-Brata, berasal dari kata “Vrata” – Biasanya diterjemahkan sebagai puasa. Ya, puasa — tapi bukan puasa makan saja. Brata adalah puasa “segala sesuatu yang tidak menunjang Kesadaran Jiwa”. Brata berarti “disiplin diri”. Brata berarti komitmen kepada diri sendiri untuk menjaga diri. Brata adalah pedoman hidup berkesadaran yang berlandaskan disiplin diri, tidak berlandaskan dogma, doktrin, atau kredo.

Demikianlah laku mulia mereka yang bersifat mulia. Diatas segalanya semua laku ini dimulai dengan iringan “Om” – Om Tat Sad, yang artinya "demikianlah adanya, demikianlah laku kehidupan yang baik, demikianlah adanya kebenaran".

Jadi, bukan melakoni semua itu demi “kapling di surga” atau pahala di langit sana – tapi demi kebaikan dan kemuliaan itu sendiri. Melakoni kebaikan, baik adanya — Om Tat Sad, demikianlah adanya!

_________________________________________________________________________
Sumber : (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

No comments:

Post a Comment