Candi Mahabharata. Daerah Cangkuang merupakan suatu obyek wisata yang berupa danau, Kampung Pulo dengan rumah adatnya, dan sebuah bangunan candi pada sebuah "pulau" di tengah danau. Pulau tersebut sebetulnya mirip sebuah semenanjung yang menjorok ke arah timur ke tengah danau. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat. Dari jalan raya Nagrek-Garut, pada jarak sekitar 9 km dari simpangan Nagrek-Tasik-Garut yang menuju ke arah kota Garut, setibanya di Leles sebelum alun-alun kemudian membelok ke kiri ke arah Desa Cangkuang dan Kampung Ciakar. Dari pertigaan ini perjalanan dapat dilanjutkan dengan kendaraan roda empat, ojek, delman, maupun berjalan kaki sejauh 3 km.
Setibanya di Desa Cangkuang, untuk mencapai lokasi obyek wisata yang terletak di tengah "pulau" dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor roda dua (ojek) atau berjalan kaki melalui pematang sawah. Dari Kampung Ciakar yang letaknya 1,25 km. dari Desa Cangkuang, perjalanan dapat dilanjutkan menuju obyek wisata dengan naik rakit bambu menyeberangi danau.
Candi Cangkuang terletak pada sebuah "pulau" kecil yang berbentuk memanjang, membujur arah barat-timur dengan ukuran 16,5 hektar. Pulau kecil ini terletak di tengah sebuah danau yang dikenal dengan nama Situ Cangkuang. Di danau ini selain terdapat pulau panjang, terdapat juga dua pulau lain yang letaknya di sebelah selatan dan tenggara pulau yang panjang. Kedua pulau ini berukuran lebih kecil dan berbentuk agak bulat. Di sekeliling pulau kecil ini merupakan daratan rawa yang berair.
Bangunan Candi Cangkuang yang kini dapat disaksikan adalah bangunan hasil rekonstruksi tahun 1970-an. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tahun 1967/1968 jumlah batu candi yang ditemukan hanya 35%. Jumlah itu sebetulnya kurang memadai untuk membangun kembali sebuah bangunan yang telah runtuh. Bangunan ini didirikan pada puncak bukit kecil (+ 670 meter d.p.l.) di tengah pulau yang oleh penduduk setempat disebut dengan nama Pulau Panjang atau Pulau Gede. Bukit kecil yang merupakan pulau itu tingginya sekitar 10 meter dari permukaan air danau. Bangunan candi berdiri pada sebuah lapik bujursangkar dengan ukuran 4,70 x 4,70 meter dan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang berprofil dengan nama-nama pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit persegi mempunyai denah berbentuk bujursangkar dengan ukuran 4,50 x 4,50 meter dan tinggi 1,37 meter. Di sisi utara kaki bangunan terdapat penampil tempat tangga naik yang berukuran panjang (menjorok ke timur) 1,50 meter dan lebar 1,26 meter.
Badan bangunan denahnya berbentuk bujursangkar dengan ukuran 4,22 x 4,22 meter dan tinggi 2,49 meter. Di sisi utara badan bangunan terdapat penampil pintu masuk dengan ukuran panjang (menjorok ke timur) 0,52 meter dan lebar 1,10 meter. Pada penampil ini terdapat pintu masuk yang berukuran tinggi 1,56 meter dan lebar 0,60 meter.
Atap bangunan terdiri dari dua tingkatan. Tingkatan pertama berdenah bujursangkar dengan ukuran 3,80 x 3,80 meter dan tinggi 1,56 meter. Di sisi-sisinya terdapat hiasan kemuncak yang jumlahnya 8 buah, dan di bagian atas atap tingkat pertama juga terdapat 8 buah hiasan kemuncak. Pada atap tingkat kedua yang denahnya berukuran 2,74 x 2,74 meter dan tinggi 1,10 meter, juga terdapat 8 buah hiasan kemuncak. Hiasan kemuncak pada atap kedua ini berukuran tinggi 0,58 meter. Hiasan kemuncak utama yang terletak di tengah dan puncak atap berukuran tinggi 1,33 meter. Keseluruhan bangunan mulai dari lapik hingga puncak atap mempunyai ukuran tinggi 8,5 meter.
Bagian dalam bangunan terdapat ruangan yang berukuran 2,18 x 2,24 meter dan tinggi 2,55 meter. Di lantai bagian tengah terdapat lubang yang berdenah bujursangkar dengan ukuran 0,40 x 0,40 meter. sedalam lebih dari 5 meter dan diisi dengan pasir yang berfungsi sebagai stabilisator. Di atas lubang ditempatkan sebuah arca hindu yang keadaannya sudah rusak.
Arca yang ditemukan pada tahun 1800-an digambarkan duduk bersila di atas bantalan teratai. Kaki kirinya ditekuk mendatar dengan telapak kakinya diarahkan ke paha kanan bagian dalam. Kaki kanannya ke arah bawah dengan telapak kakinya terletak pada lapik.? Di bagian depan kaki kiri terdapat kepala seekor sapi (nandi) dengan dua telinganya mengarah ke depan.? Arca dengan ciri yang demikian merupakan arca Siwa.
Melihat bentuknya, candi Cangkuang dapat dibandingkan dengan kelompok candi di Gedongsongo (Candi II) dan Dieng (Candi Puntadewa). Bentuk profil bagian kaki, badan, dan atap mempunyai kesamaan. Demikian juga pintu masuknya mempunyai penampil. Atapnya terdiri dari tiga tingkat dan masing-masing tingkat terdapat hiasan mercu dan hiasan? antefix. Kalau pada bangunan candi di Jawa Tengah mempunyai hiasan antefix yang diukir dengan hiasan sulur daun, maka pada Candi Cangkuang hiasan antefix-nya polos. Hiasan lain yang pada pintu masuk candi di Jawa Tengah adalah hiasan kala dan makara, maka pada Candi Cangkuang hiasan ini tidak ada. Berdasarkan perbandingan ini, dapat diduga bahwa Candi Cangkuang dibangun pada sekitar abad ke-8-9 Masehi.
Candi Cangkuang merupakan salah satu bangunan suci yang dibangun ideal sesuai dengan konsep tata-ruang agama Hindu. Candi ini diumpamakan sebagai Gunung Meru yang berdiri megah di tengah-tengah samudra yang dikelilingi oleh rangkaian pegunungan. Udara sekitarnya cukup sejuk karena terletak di dataran tinggi. Karena itulah Pemerintah daerah Kabupaten Garut menjadikan daerah ini sebagai obyek wisata budaya dan wisata alam.
Setibanya di Desa Cangkuang, untuk mencapai lokasi obyek wisata yang terletak di tengah "pulau" dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor roda dua (ojek) atau berjalan kaki melalui pematang sawah. Dari Kampung Ciakar yang letaknya 1,25 km. dari Desa Cangkuang, perjalanan dapat dilanjutkan menuju obyek wisata dengan naik rakit bambu menyeberangi danau.
Candi Cangkuang terletak pada sebuah "pulau" kecil yang berbentuk memanjang, membujur arah barat-timur dengan ukuran 16,5 hektar. Pulau kecil ini terletak di tengah sebuah danau yang dikenal dengan nama Situ Cangkuang. Di danau ini selain terdapat pulau panjang, terdapat juga dua pulau lain yang letaknya di sebelah selatan dan tenggara pulau yang panjang. Kedua pulau ini berukuran lebih kecil dan berbentuk agak bulat. Di sekeliling pulau kecil ini merupakan daratan rawa yang berair.
Bangunan Candi Cangkuang yang kini dapat disaksikan adalah bangunan hasil rekonstruksi tahun 1970-an. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tahun 1967/1968 jumlah batu candi yang ditemukan hanya 35%. Jumlah itu sebetulnya kurang memadai untuk membangun kembali sebuah bangunan yang telah runtuh. Bangunan ini didirikan pada puncak bukit kecil (+ 670 meter d.p.l.) di tengah pulau yang oleh penduduk setempat disebut dengan nama Pulau Panjang atau Pulau Gede. Bukit kecil yang merupakan pulau itu tingginya sekitar 10 meter dari permukaan air danau. Bangunan candi berdiri pada sebuah lapik bujursangkar dengan ukuran 4,70 x 4,70 meter dan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang berprofil dengan nama-nama pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit persegi mempunyai denah berbentuk bujursangkar dengan ukuran 4,50 x 4,50 meter dan tinggi 1,37 meter. Di sisi utara kaki bangunan terdapat penampil tempat tangga naik yang berukuran panjang (menjorok ke timur) 1,50 meter dan lebar 1,26 meter.
Badan bangunan denahnya berbentuk bujursangkar dengan ukuran 4,22 x 4,22 meter dan tinggi 2,49 meter. Di sisi utara badan bangunan terdapat penampil pintu masuk dengan ukuran panjang (menjorok ke timur) 0,52 meter dan lebar 1,10 meter. Pada penampil ini terdapat pintu masuk yang berukuran tinggi 1,56 meter dan lebar 0,60 meter.
Atap bangunan terdiri dari dua tingkatan. Tingkatan pertama berdenah bujursangkar dengan ukuran 3,80 x 3,80 meter dan tinggi 1,56 meter. Di sisi-sisinya terdapat hiasan kemuncak yang jumlahnya 8 buah, dan di bagian atas atap tingkat pertama juga terdapat 8 buah hiasan kemuncak. Pada atap tingkat kedua yang denahnya berukuran 2,74 x 2,74 meter dan tinggi 1,10 meter, juga terdapat 8 buah hiasan kemuncak. Hiasan kemuncak pada atap kedua ini berukuran tinggi 0,58 meter. Hiasan kemuncak utama yang terletak di tengah dan puncak atap berukuran tinggi 1,33 meter. Keseluruhan bangunan mulai dari lapik hingga puncak atap mempunyai ukuran tinggi 8,5 meter.
Bagian dalam bangunan terdapat ruangan yang berukuran 2,18 x 2,24 meter dan tinggi 2,55 meter. Di lantai bagian tengah terdapat lubang yang berdenah bujursangkar dengan ukuran 0,40 x 0,40 meter. sedalam lebih dari 5 meter dan diisi dengan pasir yang berfungsi sebagai stabilisator. Di atas lubang ditempatkan sebuah arca hindu yang keadaannya sudah rusak.
Arca yang ditemukan pada tahun 1800-an digambarkan duduk bersila di atas bantalan teratai. Kaki kirinya ditekuk mendatar dengan telapak kakinya diarahkan ke paha kanan bagian dalam. Kaki kanannya ke arah bawah dengan telapak kakinya terletak pada lapik.? Di bagian depan kaki kiri terdapat kepala seekor sapi (nandi) dengan dua telinganya mengarah ke depan.? Arca dengan ciri yang demikian merupakan arca Siwa.
Melihat bentuknya, candi Cangkuang dapat dibandingkan dengan kelompok candi di Gedongsongo (Candi II) dan Dieng (Candi Puntadewa). Bentuk profil bagian kaki, badan, dan atap mempunyai kesamaan. Demikian juga pintu masuknya mempunyai penampil. Atapnya terdiri dari tiga tingkat dan masing-masing tingkat terdapat hiasan mercu dan hiasan? antefix. Kalau pada bangunan candi di Jawa Tengah mempunyai hiasan antefix yang diukir dengan hiasan sulur daun, maka pada Candi Cangkuang hiasan antefix-nya polos. Hiasan lain yang pada pintu masuk candi di Jawa Tengah adalah hiasan kala dan makara, maka pada Candi Cangkuang hiasan ini tidak ada. Berdasarkan perbandingan ini, dapat diduga bahwa Candi Cangkuang dibangun pada sekitar abad ke-8-9 Masehi.
Candi Cangkuang merupakan salah satu bangunan suci yang dibangun ideal sesuai dengan konsep tata-ruang agama Hindu. Candi ini diumpamakan sebagai Gunung Meru yang berdiri megah di tengah-tengah samudra yang dikelilingi oleh rangkaian pegunungan. Udara sekitarnya cukup sejuk karena terletak di dataran tinggi. Karena itulah Pemerintah daerah Kabupaten Garut menjadikan daerah ini sebagai obyek wisata budaya dan wisata alam.
No comments:
Post a Comment