Filsafat Mahabharata. Instant Pay For You
PERGANTIAN tahun umumnya dirayakan dengan bergembira ria bahkan lebih banyak dengan berhura-hura. Hal itu memang bisa saja dilakukan, tak ada norma yang melarang orang bergembira ria. Substansi perayaan tahun baru adalah sebagai media untuk mengingatkan kita agar meningkatkan pemahaman akan makna perputaran waktu. Pemanfaatan peredaran waktu dengan tepat akan dapat memberikan manfaat pada hidup ini dengan sebaik-baiknya.
Salah satu dimensi perayaan tahun baru yang sering dilupakan orang adalah mengembangkan paradigma tentang adanya waktu. Manusia hidup bersama waktu. Apa itu waktu dan bagaimana memaknai waktu dalam hidup ini. Kita akan menderita dalam hidup ini kalau kita paham akan makna waktu bagi kehidupan ini.
Alam yang berputar menimbulkan waktu. Waktu itu sesuatu yang sudah pasti. Pagi, siang dan malam adalah sesuatu yang sudah pasti. Manusia tinggal menyesuaikan perilakunya dengan peredaran planet-planet ruang angkasa seperti Matahari, Bumi, Bulan dan planet-planet lainnya. Untuk berperilaku yang sesuai dengan peredaran waktu, manusia membutuhkan wawasan yang benar, wajar dan tepat mengenai perputaran waktu. Kalau salah cara kita memandang waktu, maka kita akan disengsarakan oleh waktu.
Alam yang beredar dan menimbulkan waktu disebut bhuta kala. Bhuta artinya alam yang dibangun oleh unsur-unsur panca maha bhuta (pertiwi, apah, bayu, teja dan akasa). Karena beredar, planet-planet itu menimbulkan adanya waktu. Waktu dalam bahasa Sansekerta disebut kala. Orang akan menderita hidupnya jika tidak bisa menyesuaikan perilaku hidupnya dengan peredaran ruang dan waktu tersebut.
Dalam Hindu, bhuta kala itu disimbolkan atau dilukiskan dengan raksasa yang berwajah seram atau mengerikan. Pengertiannya, jika kita salah menggunakan ruang dan waktu dalam hidup ini akan sangat mengerikan. Namun, kalau kita mampu hidup dengan tepat menggunakan waktu, maka ruang dan waktu itu bagaikan Dewa yang melimpahkan karunianya.
Karena itu, dalam ajaran agama Hindu dikenal adanya upacara mecaru. Kata caru dalam kitab Samhita Suara artinya "cantik". Orang cantik tentunya orang yang semua totalitas dirinya amat harmonis. Dengan demikian, hakikat upacara yadnya mecaru dalam upacara bhuta yadnya adalah upacara yang bermakna untuk mengharmoniskan diri manusia dengan peredaran ruang dan waktu. Artinya, hubungan manusia dan alam lingkungannya agar cantik. Kelanjutan dari pemaknaan upacara bhuta yadnya mecaru itu adalah mewujudkan sikap hidup untuk melakukan upaya-upaya nyata dalam melestarikan lingkungan alam. Dengan upaya itu, hidup manusia senantiasa harmonis dengan alam ini.
Peredaran planet-planet ruang angkasa menimbulkan waktu. Seperti peredaran Bumi mengelilingi Matahari selama 365 hari dalam setahun atau peredaran Bulan mengelilingi Bumi selama 355 hari dalam setahun. Demikian juga planet-planet lainnya juga beredar dan itulah menimbulkan waktu, adanya pagi, siang, sore dan malam. Semua itu memiliki makna tersendiri. Waktu pagi sampai siang misalnya sebagai waktu bekerja. Sore waktu mengaso, sedangkan waktu malam waktu tidur.
Dalam Chandogia Upanishad dinyatakan, waktu pagi disebut raditya dina sebagai waktu untuk memuja Tuhan dengan makna untuk menguatkan guna sattwam. Waktu tengah hari disebut madya dina sebagai waktu memuja Tuhan dengan makna mengendalikan guna rajah. Sedangkan waktu sore disebut sandhya dina untuk mengendalikan guna tamah.
Tiga waktu itu di makrokosmos juga ada dalam mikrokosmos siklus tubuh. Pagi atau saat raditya dina siklus tubuh dalam proses pembuangan. Menurut Harvay, ahli ilmu nutrisi dari California AS, saat siklus dalam proses pembuangan di pagi hari, makanlah sayur dan buah-buahan. Hindarilah makan karbohidrat dan daging. Saat siang sampai sore (madya dina), siklus tubuh dalam proses pengolahan. Saat siang dan sore inilah yang lengkap seperti biasa.
Saat malam hari, siklus tubuh dalam proses pemanfaatan hasil olah pencernaan. Saat ini, janganlah makan apa-apa kecuali air murni. Demikianlah, kalau kita bisa makan sesuai dengan waktu siklus tubuh yang tepat, kita akan hidup lebih sehat dan bugar.
Dalam pustaka Wrehaspati Tattwa 32 ada dinyatakan delapan hal yang dapat membuat orang hidup bahagia yang disebut asta tusti. Salah satu dari delapan hal itu adalah kala. Artinya, kalau kita bisa hidup berperilaku sesuai dengan waktunya, maka hidup bahagia pun akan kita nikmati. Lebih-lebih bagi para petani, pemahanan akan keberadaan waktu itu amatlah penting.
Keberadaan waktu di daerah sekitar khatulistiwa dan daerah sekitar kutub tentunya amat berbeda-beda. Di Indonesia misalnya kita mengenal adanya musim hujan dan musim kemarau. Di Eropa ada musim semi, musim panas, musim kemarau, dll. Semua itu memberikan peluang untuk berbuat sesuai dengan keberadaan musim itu. Kalau tepat caranya memahami keberadaan musim dan tepat pula cara berperilaku, maka manfaat besar akan diperoleh.
Dalam kehidupan modern pun soal waktu amatlah penting untuk dipahami dengan baik. Segala kegiatan hidup sampai hal-hal yang sekecil apapun harus direncanakan sesuai dengan keberadaan waktu tersebut. Pekerjaan pun dilaksanakan dengan waktu terjadwal. Kalau jadwal waktu itu dapat ditepati dengan baik, maka rasa puas dan bahagia pun akan diperoleh.
Dalam dunia pendidikan formal pun ada ikatan jadwal waktu. Kalau peserta didik dapat mengikuti kegiatan hidupnya sesuai dengan jadwal waktu yang ditetapkan, maka rasa bahagia pun akan diperoleh sebagai buah dari taat mengikuti jadwal waktu yang ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu.
Demikian juga dalam proses pembangunan amat dibutuhkan kemampuan memahami waktu dengan sebaik-baiknya sehingga pembangunan itu berhasil mencapai apa yang telah ditetapkan dalam rencana. Tahun baru 2010 ini hendaknya diadakan hitung-hitungan waktu yang baik, benar dan tepat untuk melakukan berbagai kegiatan hidup.
No comments:
Post a Comment