Filsafat Mahabharata. Oleh : Ahmad Prajoko. Instant Pay For You
Hari raya suci Umat Hindu yang umum dirayakan adalah : Nyepi, Galungan, piodalan, Sarasvati puja, Sivaratri puja dan sebagainya. Diantara pelaksanaan hari raya suci tersebut yang paling menonjol adalah hari raya Nyepi jatuhnya dalam periode waktu satu tahun sekali tepatnya pada tahun baru saka. Pada tahun 2010 ini Hari Raya Nyepi jatuh pada tanggal 16 Maret 2010 (Tahun Baru Saka 1932). Pada saat ini matahari menuju garis lintang utara, saat Uttarayana yang disebut juga Devayana yakni waktu yang baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Sehari sebelum perayaan hari raya Nyepi dilengkapi dengan upacara Tawur (Bhuta Yajna) yaitu hari Tilem Chaitra dengan ketentuannya dari lontar Sang Hyang Aji Swamandala yang menyatakan apabila melaksanakan tawur hendaknya jangan mencari hari lain selain Tilem bulan Chaitra.
Rangkaian perayaan hari raya Nyepi dimulai dengan acara Melasti, kemudian sehari sebelum hari raya Nyepi dilangsungkan upacara Bhuta Yajna, dan sebagai hari penutup dilaksanakan Ngembak Agni sehari setelah hari raya Nyepi. Keseluruhan kegiatan ini dipusatkan di Pura Desa Puseh, dihadapan Tuhan Purusa atau Sri Visnu, dan Deva Brahma. Sebagai penyembah dalam kesadaran Krsna atas karunia sang guru kerohanian kita diberi penglihatan rohani dapat melihat pemandangan secara terang betapa agungnya kemulyaan Sri Visnu dengan nama lain Yajnapati, Tuhan penikmat dan tujuan akhir dari segala kurban suci bagi seluruh penghuni alam jagat raya.
Upacara Melasti
Sebelum pelaksanaan Melasti, semua para deva (arca atau pratima) dari setiap pura dalam wilayah lingkungan kota atau desa diiring berkumpul di Pura Desa Puseh. Para deva satu-persatu berdatangan setelah lebih terdahulu bersujud menghadap Meru, Sri Visnu, kemudian distanakan berdampingan satu sama lain dalam satu bangunan memanjang yang disebut sebagai Balai Panjang atau Balai Agung. Keesokan harinya upacara Melasti dilangsungkan, Tuhan Sri Visnu dan para deva diiringi bersama-sama menuju laut atau ke mata air terdekat yang dianggap suci tergantung daerah masing-masing. Upacara Melasti tidak lain adalah upacara penyucian, prayascita. Dalam lontar Sang Hyang Aji Swamandala disebutkan : “Untuk melenyapkan penderitaan masyarakat dari keterikatan dunia material,” sedangkan lontar Sundarigama menyatakan; “Untuk memperoleh air suci kehidupan di tengah-tengah lautan.” Air suci ini berasal dari muara sungai-sungai suci di India khususnya sungai Gangga.
Dalam Srimad Bhagavatam skanda sembilan disebutkan Raja Bhagiratha melakukan pertapaan agar air Gangga turun ke bumi, kemudian memohon kepada ibu Gangga membebaskan leluhurnya. Ibu Gangga tersembur dari kaki padma Tuhan Sri Visnu, Beliau dapat membebaskan seseorang dari ikatan material. Nampak nyata bahwa siapapun yang secara teratur menyembah Ibu Gangga semata-mata dengan mandi di airnya dapat memelihara kesehatan dengan sangat baik dan perlahan-lahan menjadi penyembah Tuhan. Mandi air Gangga dipermaklumkan dalam semua susastra Veda, dan orang yang mengambil manfaat tentu sepenuhnya dibebaskan dari reaksi dosa.
Seusai acara Melasti, pada suatu daerah desa tertentu sebelum Sri Visnu dan para deva menuju Pura Desa Puseh terlebih dahulu diiring (dituntun) ke pasar mengikuti acara mepasaran di hadapan Pura Melanting dimana berstana Devi Sri, Devi Laksmi, Devi Keberuntungan. Sekembalinya para deva dari acara mepasaran setelah terlebih dahulu menghadap Sri Visnu, akhirnya para deva berstana di Balai Agung. Sementara Sri Visnu berstana di Meru dan Deva Brahma berstana pada bangunan Gedong di sebelah Meru. Acara berstana ini disebut Nyejer dan berlangsung sampai selesai acara Bhuta Yajna, sehari menjelang hari raya Nyepi, pada sore hari.
Selama beberapa hari seluruh warga dan adat setempat melakukan puja, mempersembahkan sesajen atau persembahan yang disebut prani. Pada saat ini pula umat memohon tirta Amrta air suci kehidupan untuk kesejahteraan dirinya, semua makhluk, dan alam semesta. Melalui acara Nyejer terkandung pula permohonan umat kepada Sri Visnu dan para deva untuk menyaksikan upacara Bhuta Yajna yang dilakukan oleh umatnya.
Upacara Bhuta Yajna
Sehari sebelum hari raya Nyepi adalah hari terakhir dari serangkaian upacara di Pura Desa Puseh tersebut, tepatnya pada hari Tilem Chaitra (Kesanga) dilangsungkan upacara Bhuta Yajna yang dikenal dengan Pengerupukan yang bertujuan untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sri Visnu, manusia dengan sesama makhluk ciptaan-Nya serta manusia dengan alam lingkungan tempatnya hidup.
Dalam Bhagawadgita 4.8 Sri Krsna bersabda : Paritranaya sadhunam vinasaya ca duksrtam dharma-samsthapanarthaya sambhavami yuge yuge.
Untuk menyelamatkan orang saleh, membinasakan orang jahat dan untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma. Aku sendiri muncul pada setiap zaman.
Tentang Bhuta Yajna ini di dalam Agastya Parwa dinyatakan Bhuta Yajna adalah Tawur untuk kesejahteraan makhluk. Dalam hubungannya dengan hari raya Nyepi, wujud upacara Bhuta Yajna lebih dikenal Tawur Kesanga yang dilihat dari tingkat penyelenggaraannya dari tingkat yang paling besar : seratus tahun sekali disebut Ekadasa Rudra, setiap sepuluh tahun disebut Panca Wali Krama dan setiap tahun sekali disebut Tawur Kesanga.
Upacara Hari Raya Nyepi
Menurut keputusan Seminar Kesatuan Tapsir terhadap Aspek-spek Agama Hindu tentang Hari Raya Nyepi (1988) bahwa Pelaksanaan Hari Raya Nyepi di Indonesia, pada hakekatnya merupakan penyucian bhuwana agung dan bhuwana alit (makro dan mikrokosmos) untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir bathin (jagadhita dan moksa) terbinanya kehidupan yang berlandaskan satyam (kebenaran), sivam (kesucian), dan sundaram (keharmonisan/keindahan).
Sesuai dengan hakekat Hari Raya Nyepi di atas maka umat Hindu wajib melakukan tapa, yoga, dan semadi. Brata tersebut didukung dengan Catur Brata Nyepi sebagai berikut : (1). Amati Agni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu, (2). Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani, (3). Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian melainkan mawas diri, (4). Amati Lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi. Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” yaitu fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam.
Upacara Ngembak Agni
Hari Ngembak Agni jatuh setelah Hari Raya Nyepi sebagai hari berakhirnya brata Nyepi. Hari ini dapat dipergunakan melaksanakan dharma shanti baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat.
Dharma Shanti dalam lingkungan keluarga dapat dilakukan berupa kunjung mengunjungi dalam keluarga dalam usaha menyampaikan ucapan selamat tahun baru terbinanya kerukunan dan perdamaian. Sedangkan dharma Shanti di lingkungan masyarakat hendaknya dilakukan dengan dharma wacana, dharma gita (lagu-lagu keagamaan/kidung kekawin pembacaan sloka), dharma tula (diskusi), persembahyangan, pentas seni yang bernafaskan keagamaan serta memberikan “punia” atau berdarma sosial kepada yang patut menerimanya.
No comments:
Post a Comment