Berita Mahabharata. Istilah GURU pada hakekatnya hanya digunakan dalam hubungan guru dengan muridnya dalam sebuah ashram atau pertapaan, dimana seorang guru mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan suci sebagai bekal hidup bagi muridnya. Pengetahuan ini diturunkan dari generasi ke generasi melalui garis perguruan atau yang dikenal sebagai Parampara.
Dalam perkembangannya kata Guru mengalami perubahan nilai. Saat ini sebutan Guru diberikan kepada semua orang yang memiliki profesi mengajar. Kata Guru tidak lagi terikat pada tingkat kerohanian yang dimilikinya. Sepanjang mereka yang menyandang sebutan Guru bertingkah laku baik maka semua masih berada dalam batas kewajaran.
Perkembangan lebih lanjut sungguh sangat memprihatinkan. Banyak orang yang mengaku-aku Guru padahal mereka tidak memiliki kualitas kerohanian yang cukup, hanya menepuk dada atas segelintir keahlian yang mereka miliki, hanya gila hormat dan tidak pernah menghormati orang lain. Mereka merasa paling benar dan yang lain salah. Sungguh sesuatu hal yang memilukan.
Kata Guru berasal dari kata GU (gunathita) yang berarti melampaui hal-hal duniawi atau melampaui segala sifat. RU (rupavarjiata) yang berarti mampu menyeberangkan orang lain dari samudra kebodohan, kesengsaraan dan menuju kebahagiaan yang abadi.
Jadi orang yang pantas mendapatkan sebutan Guru adalah orang yang telah dapat melampaui hal-hal duniawi serta menyeberangkan muridnya menuju kebahagiaan abadi.
GU juga berarti kegelapan atau kebodohan dan RU artinya menyingkirkan. Dengan demikian Guru adalah mereka yang mampu menyingkirkan kegelapan atau kebodohan muridnya dengan sinar kebijaksanaan sang Guru.
Ada 5 Guru menurut Hindu, yang disebut Pancama Guru, yaitu :
1. Guru Rupaka (Orang Tua kita)
2. Guru Pengajian (Orang yang memberikan pengetahuan kepada kita tentang kebenaran)
3. Guru Wisesa (Pemerintah)
4. Guru Dewa (Para Dewa)
5. Guru Swadhyaya (Tuhan Yang Maha Esa)
Memang sangat sulit membedakan mana Guru yang sesungguhnya dengan Guru yang palsu. Sayangnya lagi, banyak sekali Guru palsu yang berkeliaran di muka bumi ini. Bahkan diantara mereka ada yang mengaku-ngaku sebagai Sad Guru (Guru Jagad).
Kriteria seorang Guru yang layak untuk menerima murid adalah sebagai berikut :
1. Guru adalah seseorang yang melepaskan segala kegiatan lainnya dan hanya mengabdikan hidupnya dalam kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Guru adalah seseorang yang merupakan kesatuan dari kesadaran agung dan berindak sebagai saluran suci kesadaran.
3. Guru adalah mereka yang dapat dijadikan teladan oleh murid-muridnya dan oleh masyarakat dunia.
4. Guru adalah orang bijak yang mampu mengendalikan pikirannya, mengendalikan lidahnya, mengendalikan nafsu birahinya, mengendalikan nafsu amarahnya dan mengendalikan semua indriyanya.
Kita juga dapat berguru kepada Guru yang Tidak Berbadan yaitu berguru kepada sebuah kekuatan suci, Brahman, Para Dewa maupun Roh-Roh Suci. Proses belajarnya terjadi secara bathin yang bisa dalam wujud badan halus, suara atau kata hati. Proses belajar seperti ini bisa dipelajari dari kisah Ekalavya yang sedang berguru kepada Dronacharya melalui media patung, sehingga mampu mengalahkan keahlian Arjuna. Dapat juga dipelajari dari Putra Arjuna yang bernama Abhimanyu yaitu ketika Subhadra sedang hamil, Arjuna bercerita kepada Subhadra tentang seluk beluk Padmavyuuha (posisi pasukan tempur yang disusun berbentuk bunga teratai), dan akhirnya Dhristhadyumna yang belum pernah berguru langsung dengan Guru berbadan, mampu mengetahui seluk beluk Padmavyuuha.
Maharishi Narada menyatakan bahwa di dunia ini bertebaran ratusan Guru, dan banyak dari mereka yang hidup dalam jiwa (tak berbadan) yang secara terus-menerus mencari murid-murid yang memiliki standard kualitas yang baik. Bahkan Sapta Rishi yaitu Rishi Grtsamada, Rishi Visvamitra, Rishi Vamadeva, Rishi Atri, Rishi Bharadvaja, Rishi Vasistha dan Rishi Kanwa yang merupakan penerima wahyu Veda, saat ini sedang mengembara mencari murid-murid yang dapat meneruskan ajaran kebenaran di muka bumi ini.
Dalam perkembangannya kata Guru mengalami perubahan nilai. Saat ini sebutan Guru diberikan kepada semua orang yang memiliki profesi mengajar. Kata Guru tidak lagi terikat pada tingkat kerohanian yang dimilikinya. Sepanjang mereka yang menyandang sebutan Guru bertingkah laku baik maka semua masih berada dalam batas kewajaran.
Perkembangan lebih lanjut sungguh sangat memprihatinkan. Banyak orang yang mengaku-aku Guru padahal mereka tidak memiliki kualitas kerohanian yang cukup, hanya menepuk dada atas segelintir keahlian yang mereka miliki, hanya gila hormat dan tidak pernah menghormati orang lain. Mereka merasa paling benar dan yang lain salah. Sungguh sesuatu hal yang memilukan.
Kata Guru berasal dari kata GU (gunathita) yang berarti melampaui hal-hal duniawi atau melampaui segala sifat. RU (rupavarjiata) yang berarti mampu menyeberangkan orang lain dari samudra kebodohan, kesengsaraan dan menuju kebahagiaan yang abadi.
Jadi orang yang pantas mendapatkan sebutan Guru adalah orang yang telah dapat melampaui hal-hal duniawi serta menyeberangkan muridnya menuju kebahagiaan abadi.
GU juga berarti kegelapan atau kebodohan dan RU artinya menyingkirkan. Dengan demikian Guru adalah mereka yang mampu menyingkirkan kegelapan atau kebodohan muridnya dengan sinar kebijaksanaan sang Guru.
Ada 5 Guru menurut Hindu, yang disebut Pancama Guru, yaitu :
1. Guru Rupaka (Orang Tua kita)
2. Guru Pengajian (Orang yang memberikan pengetahuan kepada kita tentang kebenaran)
3. Guru Wisesa (Pemerintah)
4. Guru Dewa (Para Dewa)
5. Guru Swadhyaya (Tuhan Yang Maha Esa)
Memang sangat sulit membedakan mana Guru yang sesungguhnya dengan Guru yang palsu. Sayangnya lagi, banyak sekali Guru palsu yang berkeliaran di muka bumi ini. Bahkan diantara mereka ada yang mengaku-ngaku sebagai Sad Guru (Guru Jagad).
Kriteria seorang Guru yang layak untuk menerima murid adalah sebagai berikut :
1. Guru adalah seseorang yang melepaskan segala kegiatan lainnya dan hanya mengabdikan hidupnya dalam kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Guru adalah seseorang yang merupakan kesatuan dari kesadaran agung dan berindak sebagai saluran suci kesadaran.
3. Guru adalah mereka yang dapat dijadikan teladan oleh murid-muridnya dan oleh masyarakat dunia.
4. Guru adalah orang bijak yang mampu mengendalikan pikirannya, mengendalikan lidahnya, mengendalikan nafsu birahinya, mengendalikan nafsu amarahnya dan mengendalikan semua indriyanya.
Kita juga dapat berguru kepada Guru yang Tidak Berbadan yaitu berguru kepada sebuah kekuatan suci, Brahman, Para Dewa maupun Roh-Roh Suci. Proses belajarnya terjadi secara bathin yang bisa dalam wujud badan halus, suara atau kata hati. Proses belajar seperti ini bisa dipelajari dari kisah Ekalavya yang sedang berguru kepada Dronacharya melalui media patung, sehingga mampu mengalahkan keahlian Arjuna. Dapat juga dipelajari dari Putra Arjuna yang bernama Abhimanyu yaitu ketika Subhadra sedang hamil, Arjuna bercerita kepada Subhadra tentang seluk beluk Padmavyuuha (posisi pasukan tempur yang disusun berbentuk bunga teratai), dan akhirnya Dhristhadyumna yang belum pernah berguru langsung dengan Guru berbadan, mampu mengetahui seluk beluk Padmavyuuha.
Maharishi Narada menyatakan bahwa di dunia ini bertebaran ratusan Guru, dan banyak dari mereka yang hidup dalam jiwa (tak berbadan) yang secara terus-menerus mencari murid-murid yang memiliki standard kualitas yang baik. Bahkan Sapta Rishi yaitu Rishi Grtsamada, Rishi Visvamitra, Rishi Vamadeva, Rishi Atri, Rishi Bharadvaja, Rishi Vasistha dan Rishi Kanwa yang merupakan penerima wahyu Veda, saat ini sedang mengembara mencari murid-murid yang dapat meneruskan ajaran kebenaran di muka bumi ini.
No comments:
Post a Comment