Make a donation Talk Fusion Saling Memberi

Sumpah Membujang (4)


Mahabharata. “Tuan muda”, kata kepala nelayan itu, “hamba hanya menginginkan sebuah penilaian yang arif dan bijaksana, hamba tahu dengan baik bahwa anugerah yang sangat besar telah diberikan kepada kami, ketika ayah paduka melamar putri hamba. Akan tetapi kejadian seperti ini telah diramalkan sebelumnya bahwa putra dari Satyavati, putri hamba, kelak akan menjadi seorang Raja. Hamba juga telah mengetahui segala hal mengenai paduka, Pangeran Muda. Paduka adalah Putra Mahkota (Yuvaraja) dari kerajaan Paurava. Paduka Raja Santanu sangat sayang kepada Paduka. Dan ketika hamba mengajukan persyaratan itu, Paduka Raja Santanu tidak dapat menjawab permintaan hamba, beliau hanya diam dan kemudian berlalu dari hadapan hamba. Kelihatannya beliau sangat keberatan dengan persyaratan yang hamba ajukan. Nah itulah kejadian yang sebenarnya Tuan muda”.

Mahabharata = Perang Nuklir?


Berita Mahabharata. Perang Mahabharata pada masa India kuno kemungkinan besar merupakan sebuah perang berteknologi tinggi semacam perang nuklir. Bukti-bukti kerusakan akibat perang itu menunjukkan hal itu.

Mahabharata, adalah sebuah wiracarita India kuno yang terkenal, berbahasa Sansekerta, yang melukiskan tentang konflik keturunan Pandu dan Dritarastra dalam memperebutkan takhta kerajaan. Bersama dengan Ramayana disebut sebagai 2 besar wiracarita India, yang ditulis pada tahun 1500 SM, dan hingga kini sudah sampai sekitar lebih dari 3.500 tahun. Fakta sejarah yang dicatat dalam buku tersebut, masanya juga lebih awal 2.000 tahun dibanding penyelesaian bukunya, artinya peristiwa yang dicatat dalam buku, kejadiannya hingga kini kira-kira telah lebih dari 5.000 tahun yang silam.

Babad Buleleng - 3



Berita Mahabharata. Entah sudah berapa lama, setelah waktunya akan melahirkan, lahirlah anak beliau Si Luh Pasek Panji laki-laki sangat tampan tanpa cacat cela, juga dari ubun-ubun anak itu keluar sinar, sebagai tanda seorang calon pemimpin, sakti dan berani kemudian unggul dalam peperangan, hati beliau Ki Gusti Ngurah Jarantik sangat girang, setelah Dalem diberitahu, selanjutnya anak itu diupacarai, sesuai dengan upacara Arya Ngurah Jarantik, selanjutnya anak itu diberi nama Ki Barak Panji. Adapun istri Ki Ngurah Jarantik, ternyata tidak setuju hatinya, sangat murung dan duka hatinya, melihat anak itu demikian, sehingga timbul iri hati beliau, oleh karena tidak lahir dari dirinya sendiri, diduga akan menyebabkan anak beliau tersisih nantinya, sebab anak beliau sendiri, tidak demikian perbawanya, kejengkelannya ditelan saja, terpendam di hati terus-menerus.

Sumpah Membujang (3)


Mahabharata. Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh sais kereta itu, Devavrata segera bergegas meninggalkan istana, tanpa terlebih dahulu meminta ijin dan persetujuan dari ayahnya. Devavrata memacu keretanya dengan kecepatan yang luar biasa, karena ada sesuatu yang bergejolak di dalam dadanya. Dia tidak bisa menerima kalau ayahnya sebagai seorang raja yang disegani dan sekaligus dikagumi oleh seluruh rakyatnya, mendapat perlakuan seperti ini. Sebenarnya, dengan seluruh kekuasaannya sebagai raja, ayahnya bisa memperoleh apa yang diinginkannya. Hal inilah yang membuat dirinya merasa penasaran dan ingin segera mengetahui dan sekaligus menyelesaikan permasalahannya.

Sumpah Membujang (2)



Mahabharata. Sungguh mempesona apa yang telah disampaikan oleh ayahnya ini, rasa tidak percaya pada pendengarannya sendiri membuatnya terpaku, namun dia sadar memang itulah yang dikatakan oleh ayahnya ini. Devavrata terkesima dan diam beberapa saat dan kemudian segera berlalu dari hadapan ayahnya yang sangat dicintainya ini tanpa mengeluarkan sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Kecerdasan yang dimiliki oleh Devavrata telah mampu menangkap isyarat apa yang telah disampaikan melalui rangkaian kata-kata yang telah diucapkan oleh Ayahnya. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Devavrata segera pergi menemui kusir kereta kerajaan yang telah mengantarkan ayahnya pergi berburu beberapa hari yang lalu. Setelah bertemu dengan kusir kereta kerajaan itu, Devavrata segera berkata:

Babad Buleleng - 2


Berita Mahabharata. Diceritakan beliau Arya Kapakisan, sebagai mahapatih daerah Bali, putra beliau yang tertua bernama Nyuh Aya, adik beliau Arya Asak, beliaulah sebagai leluhur keluarga raja Mengwi.

Adapun Beliau Arya Nyuh Aya, beliau berputra tujuh orang, yang tertua beliau Ki Arya Patandakan, adik beliau Ki Arya Kasatrya, Ki Arya Pelangan, Arya Akah, beliau Arya Kaloping, Arya Cacaran, serta beliau Arya Anggan.

Kembali diceritakan putra beliau Ki Arya Cacaran, Ki Arya Pananggungan, berputra Ki Arya Pasimpangan, berputra Ki Gusti Ngurah Jarantik, beliau pemberani dalam pertempuran, beliau meninggal dalam pertempuran di Pasuruhan, beliau meninggal masih muda, adalah putra beliau, yang bernama Ki Gusti Ngurah Jarantik Bogol, sebab ayah beliau meninggal dalam keadaan tanpa senjata.

Babad Buleleng - 1


Berita Mahabharata. Setelah kalahnya Baginda Raja Bedahulu di Bali, oleh beliau Sri Aji Kala Gemet, sebagai pelindung daerah, yang berkedudukan di Majalange, akhirnya keadaan Bali pada saat itu menjadi tenang, sehingga tidak senanglah Patih Nirada Mada, melihat peraturan tata tertib rusak, adalah beliau yang bernama Dang Hyang Kapakisan, seorang pandita yang sudah sempurna, beliau dipakai sebagai bagawanta oleh Nirada Mada, beliau berputra yang lahir dari batu, hasil dari pemujaan beliau kepada Hyang Surya (Asurya sewana) sehingga mendapatkan seorang bidadari di taman, dia itulah akhirnya dipakai istri oleh beliau, akhirnya berputralah beliau laki-laki tiga orang, salah satu adalah wanita, mereka itulah yang dicalonkan oleh Gajah Mada untuk memerintah, dimohon kepada sang pendeta, yang tertua dinobatkan di Brambangan, adiknya memerintah di Pasuruhan, dan yang bungsu menjadi penguasa di daerah Bangsul (Bali), bernama Sri Dalem Kresna Kepakisan, I Dewa Wawu Rawuh nama lain beliau, beliau beristana di desa Samprangan, ada lagi pengikut baginda yang bertahta sebagai raja Bali Aga yang bergelar Maharaja Kapakisan, di antaranya, beliau Sirarya Kanuruhan, Arya Wangbang, Arya Kenceng, Arya Dalancang, Arya Tan Wikan, Arya Pangalasan, Arya Manguri, sira Wang Bang, terakhir Arya Kuta Waringin, dan ada lagi tiga orang wesya, bernama Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur.

Candi Cheto



Candi Mahabharata. Diantara heningnya hamparan kebun teh lereng Gunung Lawu, terdapat sebuah peninggalan purbakala yang biasa disebut Candi Cetho/Cetha. Keberadaan kompleks Candi Cetho ini, pertama kali dilaporkan oleh Van de Vlis pada tahun 1842. Penemuan ini menarik perhatian sejumlah ahli purbakala dunia karena unsur nilai kepurbakalaannya. Pada tahun 1928, Dinas Purbakala telah mengadakan penelitian melalui ekskavasi untuk mencari bahan-bahan rekonstruksi yang lebih lengkap.

Berdasarkan penelitian Van Der Vlis maupun A.J. Bernet Kempers, kompleks Candi Cetho terdiri dari empat belas teras. Namun kenyataannya yang ada pada saat ini hanya terdiri dari tigabelas teras yang tersusun dari barat ke timur dengan pola susunan makin kebelakang makin tinggi dan dianggap paling suci. Masing-masing halaman teras dihubungkan oleh sebuah pintu dan jalan setapak yang seolah-olah membagi halaman teras menjadi dua bagian.

Bentuk seni bangunan Candi Cetho mempunyai kesamaan dengan Candi Sukuh yaitu dibangun berteras sehingga mengingatkan kita pada punden berundak masa prasejarah. Bentuk susunan bangunan semacam ini sangatlah spesifik dan tidak diketemukan pada kompleks candi lain di Jawa Tengah kecuali Candi Sukuh.

Sumpah Membujang (1)


Mahabharata. Pagi itu, Devavrata merasa sangat heran terhadap suasana yang sedang terjadi di Istana Hastinapura. Ayah yang sangat dicintainya yang biasanya sangat ramah dan selalu nampak bergembira, dalam beberapa hari belakangan ini nampak sangat berbeda. Kini ayahnya Santanu, nampak selalu menyendiri dan menjadi seorang pendiam, nampaknya ada sesuatu yang sedang terjadi. Sikap ayahnya terhadap dirinyapun dirasakannya sangat berbeda, jarang sekali terjadi tegur sapa ataupun perhatian terhadapnya sudah sangat berubah. Biasanya ayahnya selalu mengajaknya membicarakan mengenai masa depan Hastinapura, membicarakan mengenai cara-cara atau langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk mensejahterakan rakyatnya, dan banyak lagi yang biasanya menjadi bahan pembicaraannya. Devavrata merasa tidak diperhatikan lagi. Beberapa kali Devavrata mencoba untuk mengajak bicara, namun tidak ada satupun jawab yang memuaskannya. Rasa penasaran Devavrata semakin menjadi, sehingga pada suatu hari, Devavrata memberanikan diri lagi untuk meminta penjelasan kepada ayahnya.

Putri Seorang Nelayan (8)


Mahabharata.

”Ada apakah paman, kenapa anda diam? Lanjutkanlah kata-katamu itu!”.

”Yang Mulia... ada sebuah permintaan yang harus tuan penuhi. Jika Yang Mulia mau memenuhi permintaan hamba itu, maka putri hamba akan menjadi milik paduka”.

Santanu sudah tidak sabar lagi menunggu apa yang menjadi permintaan kepala nelayan itu. Kemudian Santanu berkata:

“Segeralah katakan apa permintaanmu, paman. Jika hal itu memungkinkan, aku pasti akan mengabulkan permintaanmu itu”.

Kepala nelayan itu kemudian berkata: “Yang Mulia, sebenarnya kejadian ini telah diramalkan sebelumnya bahwa kelak anak laki-laki yang terlahir dari putri hamba akan menjadi pewaris tahta kerajaan Hastinapura. Jika paduka berjanji untuk menjadikan putra yang dilahirkannya kelak menjadi Raja Hastinapura setelah paduka, maka dengan senang hati hamba akan memberikan putri hamba kepada paduka”.

Mendengar apa yang menjadi permintaan kepala nelayan itu, Santanu tidak dapat berkata apa-apa lagi. Dia teringat kepada Ganga: ketika pada suatu hari pada saat Ganga membawa Devavrata kepadanya, Ganga pernah mengatakan bahwa: “Aku akan berikan pahlawan ini kepadamu, jadikanlah dia pahlawan di Istanamu”. Kemudian wajah anaknya yang sangat dicintainya itu , Devavrata, terbayang di pelupuk matanya, anak yang telah diberinya gelar sebagai Yuvaraja, yang berarti bahwa Devavrata adalah calon pengganti dirinya sebagai raja apabila kelak dia sudah turun tahta. Santanu merasa bahwa tidaklah mungkin memenuhi permintaan orang tua gadis ini, karena pertautan rasa kasihnya yang kuat, yang mengikat kepada Devavrata. Semua ini telah mengakibatkan pikirannya menjadi resah dan gelisah. Santanu tidak dapat mengambil keputusan, disaat dimana cintanya kepada anaknya dan Satyavati sedemikian besar, namun dia dihadapkan harus memilih salah satu diantaranya. Akhirnya, tanpa sepatah katapun yang bisa keluar dari bibirnya, Santanu pergi meninggalkan tempat itu menuju ke kereta yang telah menunggunya. Dengan hati penuh dengan kekecewaan akibat keinginannya yang tidak terpenuhi itu, Santanu kembali ke Hastinapura, dengan membawa kekecewaan yang mendalam. sementara Satyavati yang memperhatikan kejadian itu sejak tadi hanya berdiri terpaku dari kejauhan, karena apa yang telah terjadi sudah dapat ditebaknya.

Tempat Moksa Putri Raja Terakhir Majapahit – Dibentuk Mirip Makam Demi Penyelamatan

Oleh : KRMT Andi Mulyono

Candi Mahabharata. Gempuran laskar Kesultanan Demak setelah berhasil menjatuhkan imperium Majapahit di tanah Jawa dilanjutkan dengan langkah penghancuran semua simbol yang berbau Hindu. Demi penyelamatan dari gempuran Kesultanan Demak ini, beberapa simbol atau tempat yang dipergunakan sebagai pemujaan umat Hindu, struktur bangunannya dibuat menyerupai makam. Salah satunya yang kini masih tersisa adalah situs Umbul Kendat yang merupakan tempat pemujaan berupa petilasan yang dibuat menyerupai makam.

Nama Kendat sendiri dalam bahasa Jawa berarti bunuh diri. Ini dikaitkan dengan tekad salah satu putri raja terakhir Majapahit yakni Kerthabumi atau Brawijaya V (1435-1478) dalam mempertahankan keyakinan/ kepercayaan sehubungan dengan telah runtuhnya Kerajaan Majapahit oleh Kerajaan Demak pimpinan Raden Patah yang mewajibkan seluruh lapisan masyarakat mengikuti kepercayaan baru.

Umbul Kendat, Situs Hindu di Boyolali yang Terlupakan

oleh : KRMT Andi Mulyono

Candi Mahabharata. Sejarah menunjukkan bahwa tanah Jawa merupakan pusat perkembangan agama Hindu Nusantara di masa lalu. Kejayaan Imperium Majapahit dan Kerajaan Mataram Hindu Kuno, dipastikan memiliki bentangan wilayah kekuasaan di seluruh tanah Jawa dari ujung Barat sampai Timur. Karena itulah tidak bisa dipungkiri, bahwa sesungguhnya di tanah Jawa terdapat banyak sekali situs milik umat Hindu yang keberadaannya saat ini masih terkubur baik oleh bencana alam atau memang sengaja dihancurkan dan disembunyikan. Salah satunya adalah situs Umbut Kendat yang ada di daerah Pengging, Boyolali, Jawa Tengah.

Umbul Kendat tepatnya terletak di Desa Plumputan Kecamatan Pengging Kabupaten Boyolali dan merupakan petilasan dimana Dyah Ayu Retna Kedaton, salah seorang putri dari Kerthabumi atau Brawijaya V (Raja terakhir Majapahit) melakukan moksa.

Putri Seorang Nelayan (7)


Mahabbharata. Tanpa banyak pertimbangan lagi, Santanu segera pergi ke sebuah pondok bambu yang ditunjukkan oleh gadis itu. Di dalam pondok itu Santanu melihat sesosok wajah yang kira-kira seumuran dengannya.

”Benarkah anda adalah kepala nelayan di daerah ini dan merupakan ayah kandung dari gadis yang bernama Satyavati?”.

”Benar, ada apakah tuan mencariku dan siapakah tuan ini?”.

“Namaku Santanu, Raja dari Kerajaan Hastinapura. Ketika aku sedang pergi berburu ke tengah hutan, bau wewangian yang sangat aneh telah tercium olehku. Aku mengikuti bau wewangian itu sampai ke tepian Sungai Yamuna ini. Disana aku bertemu dengan seorang gadis yang ternyata adalah putrimu. Aku sangat menginginkan dirinya untuk kujadikan sebagai permaisuriku”.

Dengan perasaan senang dan wajah berseri-seri, kepala nelayan itu kemudian berkata:

“Anda benar, Yang Mulia. Aroma wewangian itu adalah bagian dari anakku dan aroma itu telah menuntun paduka untuk datang kepadanya. Di seluruh jagat raya ini tidak ada orang lain yang mampu mendapatkan anak hamba selain paduka sendiri. Bagi hamba, menjadi Ratu di Kerajaan Paurava adalah merupakan suatu anugerah tertinggi yang diperoleh oleh seorang gadis nelayan seperti anak hamba. Hamba pasti akan merestui pernikahan putri hamba itu dengan paduka. Akan tetapi Yang Mulia.....”.

”Ada apakah paman, kenapa anda diam? Lanjutkanlah kata-katamu itu!”.

”Yang Mulia... ada sebuah permintaan yang harus anda penuhi. Jika Yang Mulia mau memenuhi permintaan hamba itu, maka putri hamba akan menjadi milik paduka”.

Putri Seorang Nelayan (6)


Mahabharata. Sambil tersenyum Santanu berkata: ”Jangan sungkan seperti itu nona, justru aku yang seharusnya memohon maaf kepadamu, karena akulah yang menyebabkan dirimu terkejut dan akhirnya semuanya ini sampai terjadi. Siapakah dirimu, nona?”.

”Tuan, aku hanyalah seorang gadis nelayan, aku adalah putri dari Kepala Nelayan di daerah Yamuna ini yang bernama Dasaraja. Setiap hari pekerjaanku adalah membantu menyeberangkan orang-orang yang hendak menggunakan jasa perahuku ini”.
Mendengar tutur kata gadis itu, Santanu merasa semakin tertarik kepada gadis ini. Namun demikian, nampaknya gadis inipun menaruh hati kepada Santanu, hal ini dapat dirasakan oleh Santanu, ketika gadis itu sedang berbicara maupun ketika mereka saling bertatapan.

”Namaku Santanu, siapakah namamu nona?”.

”Satyavati, itulah nama yang diberikan oleh ayahku dan aku tinggal disini hanya berdua saja bersama ayahku”.

”Nona, entah apa yang terjadi padaku, namun aku rasa bahwa aku telah jatuh cinta kepadamu, maukah kau menjadi permaisuriku? Aku adalah seorang raja dari Kerajaan Hastinapura”.

”Yang Mulia, hamba tidak tahu, karena semuanya ayah hamba yang memutuskannya, sebaiknya Yang Mulia membicarakannya dengan ayah hamba!”.

”Baiklah kalau begitu, dimanakah aku bisa menemui ayahmu?”.

”Disana Yang Mulia, di sebuah pondok yang terbuat dari bambu di pojok jalan itu”.